MISKONSEPSI
DALAM PEMBELAJARAN KIMIA
“MATERI
KESETIMBANGAN KIMIA”
NAMA : NURJANAH
NIM : A1C113009
KELAS : REGULER, 2013
Penelitian yang dilakukan dibanyak negara yang
menunjukkan bahwa miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik dapat bersifat
resistan dan tanpa batas budaya. Konsep-konsep yang salah atau miskonsepsi
tersebut akan mengakibatkan peserta didik mengalami kesalahan juga untuk konsep
pada tingkat berikutnya atau ketidakmampuan menghubungkan antar konsep. Hal ini
mengakibatkan terjadinya rantai kesalahan konsep yang tidak terputus karena
konsep awal yang telah dimiliki akan dijadikan sebagai dasar belajar konsep
selanjutnya. Beberapa penelitian terakhir yang dilakukan menjaring beberapa
bentuk miskonsepsi yang terjadi pada konsep laju dan kesetimbangan kimia. Hasil
penelaahan menunjukkan bahwa miskonsepsi dapat ditinjau dari dua sudut pandang.
Sudut pertama adalah darimana miskonsepsi ini muncul. Sudut ini akan memberikan
rambu-rambu pada guru untuk mewaspadai hal-hal yang memungkinkan terjadinya miskonsepsi
sebelum dan selama proses pembelajaran berlangsung. Sudut kedua adalah komponen
konsep dari miskonsepsi itu sendiri. Ini memberikan rambu pada guru untuk
mewaspadai hal-hal yang memungkinkan terjadinya miskonsepsi selama proses
pembelajaran.
Kimia merupakan cabang ilmu yang paling penting dan
dianggap sebagai pelajaran yang sulit untuk siswa oleh guru kimia, peneliti,
dan pendidik pada umumnya. Meskipun alasannya bervariasi dari sifat konsep –
konsep kimia yang abstrak hingga kesulitan penggunaan bahasa kimia. Ada dua
alasan utama kesulitan yang dihadapi oleh siswa, pertama topic dalam kimia
sangat abstrak dan kedua kata – kata yang biasa digunakan dalam kehidupan
sehari – hari memiliki arti berbeda dalam kimia. Karena miskonsepsi siswa ini
penting, identifikasi pemahaman dan miskonsepsi siswa menjadi masalah utama
dalam penelitian dalam tahun – tahun terakhir ini (Ozmen, 2004).
1.
Pembelajaran Kimia
Pembelajaran
yang bermakna merupakan suatu proses dikaitannya informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Belajar
merupakan aktifitas seseorang melalui proses sehingga menghasilkan perubahan
terhadap diri seseorang yang menjalani proses belajar.
Ilmu
Kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen
yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala
alam; khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat,
transformasi, dinamika dan energetika tentang materi. Oleh karena itu, kimia
mempelajari segala sesuatu tentang materi dan perubahannya yang melibatkan
keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang
berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah)
yang dapat mengembangkan sikap ilmiah.
Menurut Middlecamp &
Kean, llmu kimia memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya sebagian besar
berisi konsep kimia yang selalu bersifat abstrak, konsep-konsep kimia sifatnya berurutan dan berkembang dengan
cepat, tidak sekedar berisi pemecahan tes-tes, konsep-konsep kimia jumlahnya
sangat banyak dengan karakteristik setiap topik berbeda-beda. Oleh karena
ciri-ciri ilmu kimia tersebut menyebabkan sebagian besar siswa mengalami
kesulitan dalam belajar kimia.
2.
Konsep
Siswa dalam kehidupan sehari-hari selalu
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Adanya interaksi tersebut akan
mempermudah siswa dalam berkomunikasi dan apabila ia menerima rangsangan dari
lingkungannya maka ia memberikan aksi atau tindakan terhadapnya. Pada kegiatan
tersebut siswa telah memperoleh pengalaman fisik dan mempelajarinya. Pengalaman
fisik memungkinkan siswa mengembangkan aktivitas atau daya otaknya sehingga ia
mampu mentransfer aktifitas fisiknya menjadi gagasan-gagasan atau ide-ide
sehingga terjadi proses berpikir. Jadi konsep merupakan proses abstraksi dari
ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan memungkinkan
manusia berpikir.
Dari penjelasan diatas jadi konsep
adalah gagasan atau ide tentang suatu yang disepakati bersama berdasarkan
pemahaman ilmiah. Konsepsi (persepsi) adalah pandangan atau pemahaman terhadap
suatu konsep.
3.
Pemahaman Konsep
Siswa
diharapkan dalam proses pembelajaran dapat menjelaskan kriteria dibawah ini
yaitu:
- Mendefinisikan konsep yang bersangkutan
- Menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep yang lain.
- Menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lainnya.
- Menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan
keempat kriteria diatas, dapat diketahui apakah seorang siswa sudah memahami
konsep atau belum. Apabila sudah memahami konsep maka siswa harus memenuhi
kriteria tersebut. Pada kenyataannya, tidak semua siswa mempunyai pemahaman
yang sama tentang suatu konsep.
4.
Miskonsepsi
a.
Pengertian Miskonsepsi
Proses
pembelajaran, tidak menutup kemungkinan terjadinya berbagai kesalahan.
Kesalahan yang dibuat oleh siswa dalam belajar diantaranya adalah kesalahan
dalam berhitung atau salah dalam penulisan rumus, kesalahan-kesalahan dalam
mengingat atau menghafal. Kesalahan yang terjadi secara terus-menerus serta
menunjukkan kesalahan konsep dikenal dengan salah konsep atau miskonsepsi.
Miskonsepsi merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian yang
diterima para pakar dalam bidang tersebut. Bentuk miskonsepsi dapat berupa
konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antar konsep-konsep, gagasan
intuitif atau pandangan yang naif.
Menurut
Treagust miskonsepsi merupakan kesalahan siswa dalam pemahaman suatu konsep.
Hal ini terjadi karena siswa tidak mampu menghubungkan fenomena yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan yang diperoleh
disekolah.Pemahaman konsep yang tidak sesuai dengan masyarakat ilmiah ini
disebut juga dengan konsep alternatif (David
F, 2006).
Brown
dengan artikelnya menjelaskan miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan
mendefinisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian
ilmiah yang sekarang diterima. Sedangkan Feldsine menemukan miskonsepsi sebagai
suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Flowler
dalam suparno menjelaskan miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan
konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,
kekacauan konsepkonsep yang berbeda dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang
tidak benar (Paul Suparno, 2004. Hal:4).
Berdasarkan
dari beberapa pendapat dan uraian tersebut maka dapat dikatakan miskonsepsi
atau salah paham adalah konsepsi (persepsi) yang berbeda dengan konsepsi
ilmiah.
b.
Penyebab Miskonsepsi
Pertanyaannya
adalah bagaimana miskonsepsi terbentuk? Dalam proses pembelajaran, peserta
didik akan mengolah informasi yang masuk ke dalam otak mereka. Jika informasi
yang diterima sesuai dengan struktur konsep yang ada, informasi ini akan langsung
menambah jaringan pengetahuan mereka, proses ini disebut proses asimilasi. Jika
informasi tidak sesuai, mereka akan melakukan penyusunan ulang struktur
kognitif mereka hingga informasi ini dapat menjadi bagian dari jaringan
pengetahuan mereka (Paul Suparno; Sanger
& Greenbowe, 1997).
Dalam
proses menyampaikan informasi baru ke dalam struktur kognitif mereka, peserta
didik sering kali mengalami kesulitan, bahkan kegagalan. Hal inilah yang
kemudian menjadi timbulnya miskonsepsi pada kognitif peserta didik. Lebih
jelas, miskonsepsi didefinisikan sebagai pengetahuan konseptual dan
proporsional peserta didik yang tidak konsisten atau berbeda dengan kesepakatan
ilmuwan yang telah diterima secara umum dan tidak dapat menjelaskan secara
tepat fenomena ilmiah yang diamati. Perlu ditekankan bahwa miskonsepsi peserta
didik dapat dengan tepat menjelaskan pengalaman dan pengamatan peserta didik
yang sesuai dengan logika peserta didik dan konsisten dengan pemahaman mereka
tentang dunia. Oleh karena itu, miskonsepsi sangat sukar untuk diubah (Sanger & Greenbowe, 1997).
Miskonsepsi
yang terjadi dalam pembelajaran kimia berhubungan dengan kesulitan dalam
memahami materi ilmu kimia. Terjadinya miskonsepsi dapat disebabkan oleh
gagasan-gagasan yang tidak ilmiah yang muncul dalam pikiran-pikiran siswa.
Penyebab sesungguhnya seringkali juga sulit diketahui, karena siswa
kadang-kadang tidak secara terbuka mengungkapkan bagaimana hingga mereka
memiliki konsep yang tidak tepat tersebut.
Filsafat
konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk
(dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan dan
bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang mengonstruksikan
pengetahuannya, maka tidak mustahil dapat terjadi kesalahan dalam
mengonstruksi.
Proses
konstruksi tersebut diperoleh melalui interaksi dengan benda, kejadian dan
lingkungan. Pada saat siswa berinteraksi dengan lingkungan belajarnya, siswa
mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya. Ketika proses konstruksi
pengetahuan terjadi pada siswa maka sangat besar kemungkinan terjadi kesalahan
karena secara alami siswa belum terbiasa mengkonstruksi pengetahuan sendiri
secara tepat (Paul Suparno, 2004. Hal : 10).
Apalagi
jika tidak didampingi sumber informasi yang jelas dan akurat. Konstruksi
pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi dibantu oleh konteks dan
lingkungan siswa antara lain teman-teman disekitar siswa, buku teks, guru dan
lainnya. Jika aspek-aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman yang
berbeda dengan pengertian ilmiah maka sangat besar kemungkinan terjadinya
miskonsepsi pada siswa.
Menurut
psikologi kognitif, timbulnya miskonsepsi disebabkan adanya asimilasi dan
akomodasi pada otak manusia dalam menanggapi dan memahami informasi yang baru
diterimanya. Piaget dalam Van Den Berg menyatakan bahwa dengan asimilasi dan
akomodasi, informasi baru yang masuk ke otak diubah sampai cocok dengan
struktur otak. Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola
yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi adalah proses kognitif yang
dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru
kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi terjadi bila
ciri-ciri perangsang atau informasi yang baru bersesuaian dengan ciri-ciri
skema yang ada. Dalam hal ini seseorang dapat melakukan dua hal, pertama
menciptakan skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang ada dan kedua
memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut.
Secara
garis besar penyebab miskonsepsi menurut (Suparno,
2004. hal : 34) terbagi atas lima kelompok yaitu:
1. Siswa
2. Guru
3. Buku
teks
4. Konteks
5. Metode
belajar
Nengah
maharta dalam jurnalnya memberikan ringkasan yang sama dengan Suparno terkait
dengan faktor penyebab miskonsepsi kimia. Ringkasan tersebut dimuat dalam Tabel
II.2 berikut:
Tabel
2. Penyebab Miskonsepsi Siswa
Sebab
Utama
|
Sebab
Khusus
|
Siswa
|
Prakonsepsi, pemikiran
asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang
salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar
siswa.
|
Pengajar
|
Tidak
menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika, tidak membiarkan siswa
mengungkapkan gagasan/ide, relasi gurusiswa tidak baik.
|
Buku Teks
|
Penjelasan
keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu
tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buku teks, buku fiksi dan kartun sains
sering salah konsep.
|
Konteks
|
Pengalaman
siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama,
penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio,
film yang keliru, perasaan senang tidak senang, bebas atau tertekan).
|
Cara Mengajar
|
Hanya berisi
ceramah dan menulis, langsung kedalam bentuk matematika, tidak mengungkapkan
miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai kurang tepat,
model demonstrasi sempit, dll.
|
c.
Cara Mendeteksi Miskonsepsi
Banyak
cara untuk menentukan, mengidentifikasi dan mendeteksi terjadinya miskonsepsi
kimia pada peserta didik. Salah satunya adalah tes diagnostik. Tes diagnostik
digunakan untuk menentukan bagian tertentu pada suatu mata pelajaran yang
memiliki kelemahan dan menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangan
tersebut. Tes diagnostik juga dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan siswa dalam belajar. Tujuan penggunaan tes ini adalah untuk
menentukan pengajaran yang perlu dilakukan dimasa yang akan datang (Suwarto, 2013. Hal:113).
5.
Konsep Kesetimbangan Kimia
Kesetimbangan
kimia menjelaskan keadaan dimana laju reaksi maju dan laju reaksi balik sama
besar dan dimana konsentrasi reaktan dan produk tetap tidak berubah seiring
berjalannya waktu (Chang,
Raymond. 2005).
Reaksi
kimia terjadi dalam dua bentuk yaitu reaksi satu arah atau irreversible dan
reaksi bolak-balik atau reversible. Adapun perbedaan antara kedua reaksi
ini yaitu:
a. Reaksi
satu arah (Irreversible)
Jika
kita memperhatikan kertas terbakar. Apakah abu hasil pembakaran kertas dapat
diubah kembali menjadi kertas seperti semula.Reaksi seperti ini digolongkan
sebagai reaksi yang berlangsung searah atau reaksi yang tidak dapat balik (Irreversible).
Dalam kehidupan sehari-hari kita sulit menemukan reaksi yang dapat dibalik.
Proses-proses alami umumnya berlangsung searah.
Contoh:
Pada
reaksi tersebut NaOH habis bereaksi dengan HCl membentuk NaCl dan air NaCl dan
air tidak dapat bereaksi kembali menjadi NaOH dan HCl.
b. Reaksi
bolak-balik (Reversible)
Reaksi
bolak-balik (Reversible) adalah reaksi dua arah, dimana zat-zat hasil
reaksi dapat bereaksi kembali membentuk zat pereaksi. Reaksi kesetimbangan
dinamis dapat terjadi bila reaksi yang terjadi merupakan bolak-balik. Reaksi reversible
dapat kita jumpai didalam Laboratorium maupun industri.
Contoh:
Jika
campuran gas nitrogen dan gas oksigen dipanaskan akan menghasilkan ammonia.
Sebaliknya, jika ammonia dipanaskan akan terurai membentuk nitrogen dan
hidrogen.
Reaksi
dua arah baik yang berlangsung dalam sistem tertutup akan berakhir dengan suatu
keadaan setimbang. Kapankah suatu reaksi mencapai keadaan setimbang dan
bagaimana kita mengetahui bahwa kesetimbangan telah tercapai? Keadaan setimbang
dimana laju menghilangnya suatu komponen sama dengan laju pembentukan komponen
tersebut. Berarti jumlah masing-masing komponen tidak berubah terhadap waktu. Oleh
karena itu tidak ada perubahan yang dapat diamati atau diukur (sifat
makroskopis tidak berubah), reaksi seolah-olah telah berhenti. Kita dapat
katakan bahwa campuran telah mencapai keadaan setimbang (kesetimbangan). Akan
tetapi, melalui percobaan dapat ditunjukkan bahwa dalam keadaan setimbang
tersebut reaksi tetap berlangsung pada tingkat molekul (tingkat mikroskopis).
Kesetimbangan kimia disebut juga kesetimbangan dinamis.
Kesetimbangan
dapat dibedakan atas beberapa jenis berdasarkan wujudnya, kesetimbangan
dibedakan atas dua jenis yaitu :
a. Kesetimbangan
homogen
Kesetimbangan
homogen adalah kesetimbangan yang semua komponennya satu fase. Kesetimbangan
homogen dapat berupa sistem gas atau larutan.
b. Kesetimbangan
heterogen
Kesetimbangan
heterogen adalah kesetimbangan yang komponennya terdiri dari dua fase atau
lebih. Kesetimbangan heterogen umumnya melibatkan komponen padat-gas atau
cair-gas. Dalam kesetimbangan heterogen, jika zat-zat murni atau cairan-cairan
murni yang tidak dapat dicampur adalah pereaksi dalam suatu sistem dengan satu
gas atau lebih, maka tetapan kesetimbangan dapat ditulis hanya dalam
tekanantekanan parsial gas karena konsentrasi zat padat murni atau zat cair murni
praktis konstan meskipun tekanannya berubah.
Contoh:
Cara sistem bereaksi
adalah dengan melakukan pergeseran kekiri atau kekanan. Menurut asas Le
Chatelier dapat diramalkan arah pergeseran kesetimbangan yaitu:
a. Pengaruh
konsentrasi
b. Pengaruh
tekanan
c. Pengaruh
Suhu
d. Pengaruh
katalis
6.
Miskonsepsi
pada materi Kesetimbangan Kimia
Beberapa
contoh miskonsepsi pada konsep laju reaksi dan kesetimbangan kimia yang
ditemukan dari penelitian yang dilakukan oleh Suyanta, Sukisman Purtadi, dan Rr. Lis Permana Sari (2007) serta
Sukisman Purtadi dan Rr. Lis Permana Sari (2008 – 2009) adalah sebagai
berikut.
1.
Pada
reaksi blue bottle (reaksi antara methylene blue dan glukosa dalam suasana
basa), semakin biru warna larutan, semakin lama waktu yang diperlukan untuk
menjadi takberwarna.
Miskonsepsi
ini dijaring dengan menggunakan demonstrasi sebagai instrumen tesnya, dengan
mengingat bahwa hukum laju melibatkan konsentrasi MB berorde positif, dan ini
sudah diberitahukan kepada siswa kita dapat melihat bahwa siswa mengalami
miskonsepsi di sini. Miskonsepsi semacam ini dapat ditinjau sebagai miskonsepsi
pada tingkat aplikasi, karena siswa tidak dapat mengaplikasikan hukum laju terhadap
fakta demonstrasi yang diberikan.
Jika
ditinjau dari sumbernya, kita dapat melihat bahwa miskonsepsi ini berasal dari
kenyataan yang berbeda dengan yang biasa dijumpai oleh siswa, semakin banyak warna,
semakin sukar untuk dihilangkan. Ini tidak dikontraskan dengan teori yang
mereka peroleh di kelas. Miskonsepsi semacam ini dapat digolongkan dalam
kepercayaan non ilmiah.
2.
Katalisator
adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi.
Ini
adalah miskonsepsi umum yang terjadi pada siswa yang biasanya terjadi karena
kesalahan penekanan saat penjelasan konsep. Dilihat dari komponen konsepnya,
jelas bahwa miskonsepsi ini tergolong dalam miskonsepsi pada tingkat definisi.
Berdasarkan sumbernya, miskonsepsi ini termasuk dalam salah paham konseptual.
3.
Kesetimbangan
yang dicapai dari reaktan berbeda dengan kesetimbangan yang dicapai dari
produk.
Miskonsepsi
ini tergolong pada tingkat atribusi konsep, karena siswa tidak dapat
menjelaskan ciri kesetimbangan yang dapat dicapai dari reaktan maupun produk.
Berdasarkan sumbernya miskonsepsi ini adalah ketidakmampuan siswa untuk
menjelaskan konsep yang berhubungan dengan kesetimbangan ini. Miskonsepsi ini
adalah salahpaham konseptual.
4.
Saat
terjadi kesetimbangan, tidak terjadi reaksi sampai ada penambahan dari luar.
Ini
juga adalah miskonsepsi umum yang terjadi pada siswa yang biasanya terjadi karena
kesalahan penekanan saat penjelasan konsep. Miskonsepsi ini tergolong pada
tingkat atribusi konsep, karena siswa tidak dapat menjelaskan ciri
kesetimbangan, yaitu pada saat kesetimbangan tercapai, reaksi tetap
berlangsung. Miskonsepsi semacam ini merupakan bentuk miskonsepsi dialek,
karena berasal dari kata kesetimbangan atau seimbang yang sudah dikenal siswa
dalam kehidupan sehari-hari, yang berarti setara dan diam.
Bening
adalah kata yang biasa dimunculkan untuk menjelaskan warna larutan yang tidak
berwarna. Padahal bening atau jernih dapat berarti bahwa larutan tetap berwarna
akan tetapi dapat tembus cahaya. Bening merupakan bentuk miskonsepsi dialek.
Selain
itu juga, kimia merupakan mata pelajaran yang banyak mempelajarai konsep yang
abstrak seperti pada konsep
kesetimbangan kimia sebagian besar peserta didik sulit memahami sifat dinamis
dari suatu kesetimbangan. Mereka berpikir bahwa ketika sistem mencapai keadaan
kesetimbangan tidak terjadi perubahan sesuatu pada sistem tersebut. Konsep
penentuan konsentrasi spesi dalam keadaan kesetimbangan diuji dengan soal. Dalam
soal-soal tersebut siswa diminta untuk menunjukkan konsentrasi spesi dalam
keadaan kesetimbangan tercapai.
Sebagai berikut:
Dalam sebuah piston
terdapat campuran gas CO, gas H2O, dan gas CO2
masing-masing sebanyak 1,00 mol pada suhu tertentu mengalami kesetimbangan dan
mempunyai nilai Kp = 10,0 dengan reaksi:
CO(g) + H2O(g) -----> CO2(g)
+ H2(g)
Kesetimbangan akan tercapai jika....
A. Jumlah
gas H2 tetap 1,00 mol
B. Seluruh
produk dan reaktan jumlahnya lebih besar dari 1,00 mol
C. Seluruh
produk dan reaktan jumlahnya kurang dari 1,00 mol
D. *Jumlah
CO2 dan H2 lebih besar dari 1,00 mol dan jumlah CO dan H2O kurang dari 1,00 mol
Dari
hasil analisis 46% yang menyatakan konsentrasi produk dan reaktan akan sama
jika tercapai keadaan kesetimbangan. Kesalahan konsep ini menunjukkan kelemahan
peserta uji dalam memahami konsentrasi spesi kimia saat kesetimbangan kimia
tercapai. Kesalahan konsep ini juga ditemukan oleh Ozmen, pada mahasiswa tahun pertama Jurusan Pendidikan Sains
Universitas Turki. Kesalahan konsep ini juga ditemukan oleh Nakhleh, pada mahasiswa Australian
High School Chemistry yaitu keadaan kesetimbangan tercapai jika konsentrasi
hasil reaksi sama dengan konsentrasi pereaksi dan mereka tidak paham bagaimana
koefisien reaksi digunakan pada ungkapan kesetimbangan. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa kemampuan peserta didik dalam mengkaitkan komposisi kimia
pada saat kesetimbangan masih kurang.
7. Cara Membantu siswa mengatasi miskonsepsi
Ada banyak
cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi dalam bidang kimia. Secara
garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah:
a. Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan
siswa. Paul Suparno, menjelaskan bahwa untuk dapat memahami gagasan siswa
beberapa hal dapat dilakukan antara lain: Siswa dibebaskan mengungkapkan
gagasan dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan. Hal ini dapat
dilakukan secara lisan atau tertulis Guru memberi pertanyaan kepada siswa
tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab
sejara jujur. Guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang
biasanya mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan
bebas.
b. Mencoba menemukan penyebab
miskonsepsi tersebut Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui sebab
miskonsepsi, antara lain: Guru melakukan wawancara pribadi ataupun umum di
depan kelas Memberikan pertanyaan tertulis yang diberikan kepada siswa. Sangat
baik bila disatukan dengan miskonsepsi siswa.
c. Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi.
Metode mengajar yang dilakukan untuk meminimalisasi miskonsepsi haruslah sesuai
dengan kebutuhan siswa, efektivitas metode tersebut. Hal ini tentunya
diperlukan kejelian pendidik memilih metode yang cocok untuk materi tertentu
DAFTAR
PUSTAKA
Brown,
1992. Using examples and analogies to
remediate misconceptions in physic: factors influencing conceptual change, Journal
of research teaching.
Chang, Raymond. 2005. Kimia
Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga.
David
F. 2006. Treagust, Diagnostic assessment
in science as a means to improving teaching, learning and retention, Uni serve science assessment symposium
proceedings 1-9, www.mendeley.com
Kean,
Elizabeth dan Middlecamp, Catherine. (1985). A Survival Manual for General
Chemistry (Panduan Belajar Kimia Dasar). Penerjemah: A. Hadyana
Pudjaatmaka. Jakarta: Gramedia
Maharta,
Nengah. 1997. Belajar Fisika Sistematis 1. Bandung: Concrps Science
Bandung.
Ozmen,
H. 2004. Some Student Misconceptions
in Chemistry: A Literature Review of Chemical Bonding. Journal of
Science Education and Technology (JRST). 13( 2), June.
Paul
Suparno, 2004. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta :
Kanisius.
Sanger,
M.J., & Greenbowe, T.J. (1997). “Common
Student Misconception in Electrochemistry: Galvanic, Electrolytic, and
Concentration Cells”. Journal of Research in
Science Teaching (JRST). 4(34). Hlm. 377-398.
Sukisman
Purtadi dan Rr. Lis Permana Sari (2008). Pengembangan
Dan Implementasi Tes Chemistry Concept
Inventory Berbasis Multimedia Sebagai Instrumen Dalam Identifikasi Dan
Remediasi Miskonsepsi Konsep-Konsep Kimia Pada Siswa SMA. Laporan
Penelitian. Tidak Dipublikasikan
Suwarto,
2013. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran. Yogyakarta :
Pustaka
Belajar.
Suyanta,
Sukisman Purtadi, dan Rr. Lis Permana Sari (2007). Identifikasi Pemahaman Konsep Kimia Kelas XI SMA Dengan Menggunakan Demonstrasi
Clock Reaction Terstuktur. Laporan
Penelitian. Tidak Dipublikasikan
Van
den Berg, M.E.L., Castellote, J.M., Mahillo-Fernandez, I., PedroCuesta, J.
Incidence of Traumatic Spinal Cord Injury in Arago’n Spain (1972-2008). Journal
of Neurotrauma.2011 Apr; 01
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai miskonsepsi terhadap materi kimia.Materi kimia merupakan materi yang sulit untuk di pahami karena kimia itu sendiri bersifat abstrak tidak kongrit,maka dari itu untuk tingkat pemahaman materi bisa saja terjadi kesalahan terhadap pemahaman konsep. Dari masalah miskonsepsi perlu ada solusi untuk mengatasi miskonsepsi ini dimana seorang guru harus memberikan informasi yang benar. Faktor terjadinya miskonsepsi menurut saya bisa terjadi akibat informasi dari diri endiri,dari sumber belajar maupun guru dalam kurang mengaitkan ke dalam kehidupan sehari-hari.sebenarnya kimia itu banyak sekali di lingkungan kita,dan juga kita sebagai siswa atu pun mahasiswa harus mencari informasi yang banyak agar tidak terjadi miskonsepsi dalam belajar. #sekian terima kasih
BalasHapusAnda mengatakan cara mengatasi miskonsepsi adalag dengan cara Guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas.Bisakah anda jelaskan fungsi dari cara ini ?Apakah benar-benar membantu gur ?
BalasHapussalah satu cara mengatasi atau mengurangi miskonsepsi pada siswa ialah dengan mengajak siswa untuk berdiskusi tentang materi pelajaran yang mengandung miskonsepsi. Menurut saya, materi yang mengandung miskonsepsi ialah materi yang dianggap sulit oleh siswa seperti materi kesetimbangan kimia. kimia merupakan mata pelajaran yang banyak mempelajarai konsep yang abstrak seperti pada konsep kesetimbangan kimia sebagian besar peserta didik sulit memahami sifat dinamis dari suatu kesetimbangan. Mereka berpikir bahwa ketika sistem mencapai keadaan kesetimbangan tidak terjadi perubahan sesuatu pada sistem tersebut. Materi ini lebih ditekankan lagi penjelasannya pada siswa agar tidak terjadi kesalahan konsep yang berkelanjutan. Membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas itu untuk menekankan sikap aktif belajar siswa didalam kelas. Jadi fungsi ini sangat perlu dan membantu guru dalam mengatasi miskonsepsi pada materi ini.
HapusSekian, menurut saya..
Miskonsepsi yang terjadi dalam pembelajaran kimia berhubungan dengan kesulitan dalam memahami materi ilmu kimia. Pada umumnya siswa mengkonstruksi pengetahuan sendiri maka dapat terjadi kesalahan atau miskonsepsi. Nah, disini saudari Nurjanah sudah mengemukakan cara membantu siswa mengatasi miskonsepsi yaitu mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa. Hal ini dapat dilakukan secara lisan atau tertulis. Guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab sejara jujur. Guru melakukan wawancara pribadi ataupun umum di depan kelas Memberikan pertanyaan tertulis yang diberikan kepada siswa. Sangat baik bila disatukan dengan miskonsepsi siswa. Lalu menurut saya bagaimana cara kita mengetahui jawaban yang di beri oleh siswa itu jujur atau tidak. Terkadang siswa takut menjawab dengan jujur karena mereka beranggapan bahwa hal tersebut menjadi penilaian guru.
BalasHapusDisini saya ingin sedikit menambahkan bahwa Banyaknya siswa yang mengalami kesalahpahaman (misconception) kesetimbangan kimia mengharuskan pelaku seorang guru untuk meningkatkan pemahaman dan mencari subject (sub pokok) apa-apa saja yang selalu mengalami miskonsepsi. Sehingga siswa tidak lagi mengalami kesalahpahaman (miskonsepsi) atau hanya untuk mengurangi jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi. Keabstrakan konsep sebaiknya di jadikan hal yang lebih menarik dan kesulitan konsep-konsep yang ada akan sangat mudah dipahami dengan mengguankan metode pembelajaran yang tepat dan lebih sering melakukan analisis sub pokok bahasan yang mengalami miskonsepsi.
BalasHapus