Kamis, 07 April 2016

MISKONSEPSI PADA PEMBELAJARAN KIMIA

MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN KIMIA
“MATERI KESETIMBANGAN KIMIA”

NAMA           : NURJANAH
NIM                : A1C113009
KELAS          : REGULER, 2013

Penelitian yang dilakukan dibanyak negara yang menunjukkan bahwa miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik dapat bersifat resistan dan tanpa batas budaya. Konsep-konsep yang salah atau miskonsepsi tersebut akan mengakibatkan peserta didik mengalami kesalahan juga untuk konsep pada tingkat berikutnya atau ketidakmampuan menghubungkan antar konsep. Hal ini mengakibatkan terjadinya rantai kesalahan konsep yang tidak terputus karena konsep awal yang telah dimiliki akan dijadikan sebagai dasar belajar konsep selanjutnya. Beberapa penelitian terakhir yang dilakukan menjaring beberapa bentuk miskonsepsi yang terjadi pada konsep laju dan kesetimbangan kimia. Hasil penelaahan menunjukkan bahwa miskonsepsi dapat ditinjau dari dua sudut pandang. Sudut pertama adalah darimana miskonsepsi ini muncul. Sudut ini akan memberikan rambu-rambu pada guru untuk mewaspadai hal-hal yang memungkinkan terjadinya miskonsepsi sebelum dan selama proses pembelajaran berlangsung. Sudut kedua adalah komponen konsep dari miskonsepsi itu sendiri. Ini memberikan rambu pada guru untuk mewaspadai hal-hal yang memungkinkan terjadinya miskonsepsi selama proses pembelajaran.
Kimia merupakan cabang ilmu yang paling penting dan dianggap sebagai pelajaran yang sulit untuk siswa oleh guru kimia, peneliti, dan pendidik pada umumnya. Meskipun alasannya bervariasi dari sifat konsep – konsep kimia yang abstrak hingga kesulitan penggunaan bahasa kimia. Ada dua alasan utama kesulitan yang dihadapi oleh siswa, pertama topic dalam kimia sangat abstrak dan kedua kata – kata yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari – hari memiliki arti berbeda dalam kimia. Karena miskonsepsi siswa ini penting, identifikasi pemahaman dan miskonsepsi siswa menjadi masalah utama dalam penelitian dalam tahun – tahun terakhir ini (Ozmen, 2004).

1.        Pembelajaran Kimia
Pembelajaran yang bermakna merupakan suatu proses dikaitannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Belajar merupakan aktifitas seseorang melalui proses sehingga menghasilkan perubahan terhadap diri seseorang yang menjalani proses belajar.
Ilmu Kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala alam; khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika tentang materi. Oleh karena itu, kimia mempelajari segala sesuatu tentang materi dan perubahannya yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah) yang dapat mengembangkan sikap ilmiah.
Menurut Middlecamp & Kean, llmu kimia memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya sebagian besar berisi konsep kimia yang selalu bersifat abstrak, konsep-konsep kimia sifatnya berurutan dan berkembang dengan cepat, tidak sekedar berisi pemecahan tes-tes, konsep-konsep kimia jumlahnya sangat banyak dengan karakteristik setiap topik berbeda-beda. Oleh karena ciri-ciri ilmu kimia tersebut menyebabkan sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam belajar kimia.

2.        Konsep
Siswa dalam kehidupan sehari-hari selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Adanya interaksi tersebut akan mempermudah siswa dalam berkomunikasi dan apabila ia menerima rangsangan dari lingkungannya maka ia memberikan aksi atau tindakan terhadapnya. Pada kegiatan tersebut siswa telah memperoleh pengalaman fisik dan mempelajarinya. Pengalaman fisik memungkinkan siswa mengembangkan aktivitas atau daya otaknya sehingga ia mampu mentransfer aktifitas fisiknya menjadi gagasan-gagasan atau ide-ide sehingga terjadi proses berpikir. Jadi konsep merupakan proses abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan memungkinkan manusia berpikir.
Dari penjelasan diatas jadi konsep adalah gagasan atau ide tentang suatu yang disepakati bersama berdasarkan pemahaman ilmiah. Konsepsi (persepsi) adalah pandangan atau pemahaman terhadap suatu konsep.

3.        Pemahaman Konsep
Siswa diharapkan dalam proses pembelajaran dapat menjelaskan kriteria dibawah ini yaitu:
  1. Mendefinisikan konsep yang bersangkutan
  2. Menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep yang lain.
  3. Menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lainnya.
  4. Menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya untuk memecahkan      masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan keempat kriteria diatas, dapat diketahui apakah seorang siswa sudah memahami konsep atau belum. Apabila sudah memahami konsep maka siswa harus memenuhi kriteria tersebut. Pada kenyataannya, tidak semua siswa mempunyai pemahaman yang sama tentang suatu konsep.

4.        Miskonsepsi
a.         Pengertian Miskonsepsi
Proses pembelajaran, tidak menutup kemungkinan terjadinya berbagai kesalahan. Kesalahan yang dibuat oleh siswa dalam belajar diantaranya adalah kesalahan dalam berhitung atau salah dalam penulisan rumus, kesalahan-kesalahan dalam mengingat atau menghafal. Kesalahan yang terjadi secara terus-menerus serta menunjukkan kesalahan konsep dikenal dengan salah konsep atau miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian yang diterima para pakar dalam bidang tersebut. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antar konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif.
Menurut Treagust miskonsepsi merupakan kesalahan siswa dalam pemahaman suatu konsep. Hal ini terjadi karena siswa tidak mampu menghubungkan fenomena yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan yang diperoleh disekolah.Pemahaman konsep yang tidak sesuai dengan masyarakat ilmiah ini disebut juga dengan konsep alternatif (David F, 2006).
Brown dengan artikelnya menjelaskan miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefinisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima. Sedangkan Feldsine menemukan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Flowler dalam suparno menjelaskan miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsepkonsep yang berbeda dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar (Paul Suparno, 2004. Hal:4).
Berdasarkan dari beberapa pendapat dan uraian tersebut maka dapat dikatakan miskonsepsi atau salah paham adalah konsepsi (persepsi) yang berbeda dengan konsepsi ilmiah.

b.        Penyebab Miskonsepsi
Pertanyaannya adalah bagaimana miskonsepsi terbentuk? Dalam proses pembelajaran, peserta didik akan mengolah informasi yang masuk ke dalam otak mereka. Jika informasi yang diterima sesuai dengan struktur konsep yang ada, informasi ini akan langsung menambah jaringan pengetahuan mereka, proses ini disebut proses asimilasi. Jika informasi tidak sesuai, mereka akan melakukan penyusunan ulang struktur kognitif mereka hingga informasi ini dapat menjadi bagian dari jaringan pengetahuan mereka (Paul Suparno; Sanger & Greenbowe, 1997).
Dalam proses menyampaikan informasi baru ke dalam struktur kognitif mereka, peserta didik sering kali mengalami kesulitan, bahkan kegagalan. Hal inilah yang kemudian menjadi timbulnya miskonsepsi pada kognitif peserta didik. Lebih jelas, miskonsepsi didefinisikan sebagai pengetahuan konseptual dan proporsional peserta didik yang tidak konsisten atau berbeda dengan kesepakatan ilmuwan yang telah diterima secara umum dan tidak dapat menjelaskan secara tepat fenomena ilmiah yang diamati. Perlu ditekankan bahwa miskonsepsi peserta didik dapat dengan tepat menjelaskan pengalaman dan pengamatan peserta didik yang sesuai dengan logika peserta didik dan konsisten dengan pemahaman mereka tentang dunia. Oleh karena itu, miskonsepsi sangat sukar untuk diubah (Sanger & Greenbowe, 1997).
Miskonsepsi yang terjadi dalam pembelajaran kimia berhubungan dengan kesulitan dalam memahami materi ilmu kimia. Terjadinya miskonsepsi dapat disebabkan oleh gagasan-gagasan yang tidak ilmiah yang muncul dalam pikiran-pikiran siswa. Penyebab sesungguhnya seringkali juga sulit diketahui, karena siswa kadang-kadang tidak secara terbuka mengungkapkan bagaimana hingga mereka memiliki konsep yang tidak tepat tersebut.
Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang mengonstruksikan pengetahuannya, maka tidak mustahil dapat terjadi kesalahan dalam mengonstruksi.
Proses konstruksi tersebut diperoleh melalui interaksi dengan benda, kejadian dan lingkungan. Pada saat siswa berinteraksi dengan lingkungan belajarnya, siswa mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya. Ketika proses konstruksi pengetahuan terjadi pada siswa maka sangat besar kemungkinan terjadi kesalahan karena secara alami siswa belum terbiasa mengkonstruksi pengetahuan sendiri secara tepat (Paul Suparno, 2004. Hal : 10).
Apalagi jika tidak didampingi sumber informasi yang jelas dan akurat. Konstruksi pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi dibantu oleh konteks dan lingkungan siswa antara lain teman-teman disekitar siswa, buku teks, guru dan lainnya. Jika aspek-aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman yang berbeda dengan pengertian ilmiah maka sangat besar kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada siswa.
Menurut psikologi kognitif, timbulnya miskonsepsi disebabkan adanya asimilasi dan akomodasi pada otak manusia dalam menanggapi dan memahami informasi yang baru diterimanya. Piaget dalam Van Den Berg menyatakan bahwa dengan asimilasi dan akomodasi, informasi baru yang masuk ke otak diubah sampai cocok dengan struktur otak. Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi terjadi bila ciri-ciri perangsang atau informasi yang baru bersesuaian dengan ciri-ciri skema yang ada. Dalam hal ini seseorang dapat melakukan dua hal, pertama menciptakan skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang ada dan kedua memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut.
Secara garis besar penyebab miskonsepsi menurut (Suparno, 2004. hal : 34) terbagi atas lima kelompok yaitu:
1.    Siswa
2.    Guru
3.    Buku teks
4.    Konteks
5.    Metode belajar

Nengah maharta dalam jurnalnya memberikan ringkasan yang sama dengan Suparno terkait dengan faktor penyebab miskonsepsi kimia. Ringkasan tersebut dimuat dalam Tabel II.2 berikut:

Tabel 2. Penyebab Miskonsepsi Siswa

Sebab Utama
Sebab Khusus
Siswa
Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa.
Pengajar
Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi gurusiswa tidak baik.
Buku Teks
Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buku teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep.
Konteks
Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru, perasaan senang tidak senang, bebas atau tertekan).
Cara Mengajar
Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung kedalam bentuk matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai kurang tepat, model demonstrasi sempit, dll.

c.         Cara Mendeteksi Miskonsepsi
Banyak cara untuk menentukan, mengidentifikasi dan mendeteksi terjadinya miskonsepsi kimia pada peserta didik. Salah satunya adalah tes diagnostik. Tes diagnostik digunakan untuk menentukan bagian tertentu pada suatu mata pelajaran yang memiliki kelemahan dan menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangan tersebut. Tes diagnostik juga dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan siswa dalam belajar. Tujuan penggunaan tes ini adalah untuk menentukan pengajaran yang perlu dilakukan dimasa yang akan datang (Suwarto, 2013. Hal:113).

5.        Konsep Kesetimbangan Kimia
Kesetimbangan kimia menjelaskan keadaan dimana laju reaksi maju dan laju reaksi balik sama besar dan dimana konsentrasi reaktan dan produk tetap tidak berubah seiring berjalannya waktu (Chang, Raymond. 2005).
Reaksi kimia terjadi dalam dua bentuk yaitu reaksi satu arah atau irreversible dan reaksi bolak-balik atau reversible. Adapun perbedaan antara kedua reaksi ini yaitu:
a.    Reaksi satu arah (Irreversible)
Jika kita memperhatikan kertas terbakar. Apakah abu hasil pembakaran kertas dapat diubah kembali menjadi kertas seperti semula.Reaksi seperti ini digolongkan sebagai reaksi yang berlangsung searah atau reaksi yang tidak dapat balik (Irreversible). Dalam kehidupan sehari-hari kita sulit menemukan reaksi yang dapat dibalik. Proses-proses alami umumnya berlangsung searah.
Contoh:

 


Pada reaksi tersebut NaOH habis bereaksi dengan HCl membentuk NaCl dan air NaCl dan air tidak dapat bereaksi kembali menjadi NaOH dan HCl.

b.    Reaksi bolak-balik (Reversible)
Reaksi bolak-balik (Reversible) adalah reaksi dua arah, dimana zat-zat hasil reaksi dapat bereaksi kembali membentuk zat pereaksi. Reaksi kesetimbangan dinamis dapat terjadi bila reaksi yang terjadi merupakan bolak-balik. Reaksi reversible dapat kita jumpai didalam Laboratorium maupun industri.
Contoh:

Jika campuran gas nitrogen dan gas oksigen dipanaskan akan menghasilkan ammonia. Sebaliknya, jika ammonia dipanaskan akan terurai membentuk nitrogen dan hidrogen.
Reaksi dua arah baik yang berlangsung dalam sistem tertutup akan berakhir dengan suatu keadaan setimbang. Kapankah suatu reaksi mencapai keadaan setimbang dan bagaimana kita mengetahui bahwa kesetimbangan telah tercapai? Keadaan setimbang dimana laju menghilangnya suatu komponen sama dengan laju pembentukan komponen tersebut. Berarti jumlah masing-masing komponen tidak berubah terhadap waktu. Oleh karena itu tidak ada perubahan yang dapat diamati atau diukur (sifat makroskopis tidak berubah), reaksi seolah-olah telah berhenti. Kita dapat katakan bahwa campuran telah mencapai keadaan setimbang (kesetimbangan). Akan tetapi, melalui percobaan dapat ditunjukkan bahwa dalam keadaan setimbang tersebut reaksi tetap berlangsung pada tingkat molekul (tingkat mikroskopis). Kesetimbangan kimia disebut juga kesetimbangan dinamis.
Kesetimbangan dapat dibedakan atas beberapa jenis berdasarkan wujudnya, kesetimbangan dibedakan atas dua jenis yaitu :
a.    Kesetimbangan homogen
Kesetimbangan homogen adalah kesetimbangan yang semua komponennya satu fase. Kesetimbangan homogen dapat berupa sistem gas atau larutan.


b.   Kesetimbangan heterogen
Kesetimbangan heterogen adalah kesetimbangan yang komponennya terdiri dari dua fase atau lebih. Kesetimbangan heterogen umumnya melibatkan komponen padat-gas atau cair-gas. Dalam kesetimbangan heterogen, jika zat-zat murni atau cairan-cairan murni yang tidak dapat dicampur adalah pereaksi dalam suatu sistem dengan satu gas atau lebih, maka tetapan kesetimbangan dapat ditulis hanya dalam tekanantekanan parsial gas karena konsentrasi zat padat murni atau zat cair murni praktis konstan meskipun tekanannya berubah.
Contoh:


Cara sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran kekiri atau kekanan. Menurut asas Le Chatelier dapat diramalkan arah pergeseran kesetimbangan yaitu:
a.    Pengaruh konsentrasi
b.    Pengaruh tekanan
c.    Pengaruh Suhu
d.   Pengaruh katalis

6.        Miskonsepsi pada materi Kesetimbangan Kimia
Beberapa contoh miskonsepsi pada konsep laju reaksi dan kesetimbangan kimia yang ditemukan dari penelitian yang dilakukan oleh Suyanta, Sukisman Purtadi, dan Rr. Lis Permana Sari (2007) serta Sukisman Purtadi dan Rr. Lis Permana Sari (2008 – 2009) adalah sebagai berikut.
1.    Pada reaksi blue bottle (reaksi antara methylene blue dan glukosa dalam suasana basa), semakin biru warna larutan, semakin lama waktu yang diperlukan untuk menjadi takberwarna.
Miskonsepsi ini dijaring dengan menggunakan demonstrasi sebagai instrumen tesnya, dengan mengingat bahwa hukum laju melibatkan konsentrasi MB berorde positif, dan ini sudah diberitahukan kepada siswa kita dapat melihat bahwa siswa mengalami miskonsepsi di sini. Miskonsepsi semacam ini dapat ditinjau sebagai miskonsepsi pada tingkat aplikasi, karena siswa tidak dapat mengaplikasikan hukum laju terhadap fakta demonstrasi yang diberikan.
Jika ditinjau dari sumbernya, kita dapat melihat bahwa miskonsepsi ini berasal dari kenyataan yang berbeda dengan yang biasa dijumpai oleh siswa, semakin banyak warna, semakin sukar untuk dihilangkan. Ini tidak dikontraskan dengan teori yang mereka peroleh di kelas. Miskonsepsi semacam ini dapat digolongkan dalam kepercayaan non ilmiah.

2.    Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi.
Ini adalah miskonsepsi umum yang terjadi pada siswa yang biasanya terjadi karena kesalahan penekanan saat penjelasan konsep. Dilihat dari komponen konsepnya, jelas bahwa miskonsepsi ini tergolong dalam miskonsepsi pada tingkat definisi. Berdasarkan sumbernya, miskonsepsi ini termasuk dalam salah paham konseptual.

3.    Kesetimbangan yang dicapai dari reaktan berbeda dengan kesetimbangan yang dicapai dari produk.
Miskonsepsi ini tergolong pada tingkat atribusi konsep, karena siswa tidak dapat menjelaskan ciri kesetimbangan yang dapat dicapai dari reaktan maupun produk. Berdasarkan sumbernya miskonsepsi ini adalah ketidakmampuan siswa untuk menjelaskan konsep yang berhubungan dengan kesetimbangan ini. Miskonsepsi ini adalah salahpaham konseptual.

4.    Saat terjadi kesetimbangan, tidak terjadi reaksi sampai ada penambahan dari luar.
Ini juga adalah miskonsepsi umum yang terjadi pada siswa yang biasanya terjadi karena kesalahan penekanan saat penjelasan konsep. Miskonsepsi ini tergolong pada tingkat atribusi konsep, karena siswa tidak dapat menjelaskan ciri kesetimbangan, yaitu pada saat kesetimbangan tercapai, reaksi tetap berlangsung. Miskonsepsi semacam ini merupakan bentuk miskonsepsi dialek, karena berasal dari kata kesetimbangan atau seimbang yang sudah dikenal siswa dalam kehidupan sehari-hari, yang berarti setara dan diam.
Bening adalah kata yang biasa dimunculkan untuk menjelaskan warna larutan yang tidak berwarna. Padahal bening atau jernih dapat berarti bahwa larutan tetap berwarna akan tetapi dapat tembus cahaya. Bening merupakan bentuk miskonsepsi dialek.
Selain itu juga, kimia merupakan mata pelajaran yang banyak mempelajarai konsep yang abstrak seperti  pada konsep kesetimbangan kimia sebagian besar peserta didik sulit memahami sifat dinamis dari suatu kesetimbangan. Mereka berpikir bahwa ketika sistem mencapai keadaan kesetimbangan tidak terjadi perubahan sesuatu pada sistem tersebut. Konsep penentuan konsentrasi spesi dalam keadaan kesetimbangan diuji dengan soal. Dalam soal-soal tersebut siswa diminta untuk menunjukkan konsentrasi spesi dalam keadaan kesetimbangan tercapai.
Sebagai berikut:
Dalam sebuah piston terdapat campuran gas CO, gas H2O, dan gas CO2 masing-masing sebanyak 1,00 mol pada suhu tertentu mengalami kesetimbangan dan mempunyai nilai Kp = 10,0 dengan reaksi:
CO(g) + H2O(g) -----> CO2(g) + H2(g)
Kesetimbangan akan tercapai jika....
A.   Jumlah gas H2 tetap 1,00 mol
B.   Seluruh produk dan reaktan jumlahnya lebih besar dari 1,00 mol
C.  Seluruh produk dan reaktan jumlahnya kurang dari 1,00 mol
D.  *Jumlah CO2 dan H2 lebih besar dari 1,00 mol dan jumlah CO dan H2O kurang dari 1,00 mol

Dari hasil analisis 46% yang menyatakan konsentrasi produk dan reaktan akan sama jika tercapai keadaan kesetimbangan. Kesalahan konsep ini menunjukkan kelemahan peserta uji dalam memahami konsentrasi spesi kimia saat kesetimbangan kimia tercapai. Kesalahan konsep ini juga ditemukan oleh Ozmen, pada mahasiswa tahun pertama Jurusan Pendidikan Sains Universitas Turki. Kesalahan konsep ini juga ditemukan oleh Nakhleh, pada mahasiswa Australian High School Chemistry yaitu keadaan kesetimbangan tercapai jika konsentrasi hasil reaksi sama dengan konsentrasi pereaksi dan mereka tidak paham bagaimana koefisien reaksi digunakan pada ungkapan kesetimbangan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan peserta didik dalam mengkaitkan komposisi kimia pada saat kesetimbangan masih kurang.



7.    Cara Membantu siswa mengatasi miskonsepsi
 
Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi dalam bidang kimia. Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah:
a. Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa. Paul Suparno, menjelaskan bahwa untuk dapat memahami gagasan siswa beberapa hal dapat dilakukan antara lain: Siswa dibebaskan mengungkapkan gagasan dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan. Hal ini dapat dilakukan secara lisan atau tertulis Guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab sejara jujur. Guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas.
b.  Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui sebab miskonsepsi, antara lain: Guru melakukan wawancara pribadi ataupun umum di depan kelas Memberikan pertanyaan tertulis yang diberikan kepada siswa. Sangat baik bila disatukan dengan miskonsepsi siswa.
c. Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi. Metode mengajar yang dilakukan untuk meminimalisasi miskonsepsi haruslah sesuai dengan kebutuhan siswa, efektivitas metode tersebut. Hal ini tentunya diperlukan kejelian pendidik memilih metode yang cocok untuk materi tertentu


DAFTAR PUSTAKA
Brown, 1992. Using examples and analogies to remediate misconceptions in physic: factors influencing conceptual change, Journal of research teaching.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga.
David F. 2006. Treagust, Diagnostic assessment in science as a means to improving teaching, learning and retention, Uni serve science assessment symposium proceedings 1-9, www.mendeley.com
Kean, Elizabeth dan Middlecamp, Catherine. (1985). A Survival Manual for General Chemistry (Panduan Belajar Kimia Dasar). Penerjemah: A. Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Gramedia
Maharta, Nengah. 1997. Belajar Fisika Sistematis 1. Bandung: Concrps Science Bandung.
Ozmen, H. 2004. Some Student Misconceptions in Chemistry: A Literature Review of Chemical Bonding. Journal of Science Education and Technology (JRST). 13( 2), June.
Paul Suparno, 2004. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.
Sanger, M.J., & Greenbowe, T.J. (1997). “Common Student Misconception in Electrochemistry: Galvanic, Electrolytic, and Concentration Cells”. Journal of Research in Science Teaching (JRST). 4(34). Hlm. 377-398.
Sukisman Purtadi dan Rr. Lis Permana Sari (2008). Pengembangan Dan Implementasi Tes Chemistry Concept Inventory Berbasis Multimedia Sebagai Instrumen Dalam Identifikasi Dan Remediasi Miskonsepsi Konsep-Konsep Kimia Pada Siswa SMA. Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasikan
Suwarto, 2013. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka
Belajar.
Suyanta, Sukisman Purtadi, dan Rr. Lis Permana Sari (2007). Identifikasi Pemahaman Konsep Kimia Kelas XI SMA Dengan Menggunakan Demonstrasi Clock Reaction Terstuktur. Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasikan
Van den Berg, M.E.L., Castellote, J.M., Mahillo-Fernandez, I., PedroCuesta, J. Incidence of Traumatic Spinal Cord Injury in Arago’n Spain (1972-2008). Journal of Neurotrauma.2011 Apr; 01

5 komentar:

  1. Berdasarkan pemaparan di atas mengenai miskonsepsi terhadap materi kimia.Materi kimia merupakan materi yang sulit untuk di pahami karena kimia itu sendiri bersifat abstrak tidak kongrit,maka dari itu untuk tingkat pemahaman materi bisa saja terjadi kesalahan terhadap pemahaman konsep. Dari masalah miskonsepsi perlu ada solusi untuk mengatasi miskonsepsi ini dimana seorang guru harus memberikan informasi yang benar. Faktor terjadinya miskonsepsi menurut saya bisa terjadi akibat informasi dari diri endiri,dari sumber belajar maupun guru dalam kurang mengaitkan ke dalam kehidupan sehari-hari.sebenarnya kimia itu banyak sekali di lingkungan kita,dan juga kita sebagai siswa atu pun mahasiswa harus mencari informasi yang banyak agar tidak terjadi miskonsepsi dalam belajar. #sekian terima kasih

    BalasHapus
  2. Anda mengatakan cara mengatasi miskonsepsi adalag dengan cara Guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas.Bisakah anda jelaskan fungsi dari cara ini ?Apakah benar-benar membantu gur ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. salah satu cara mengatasi atau mengurangi miskonsepsi pada siswa ialah dengan mengajak siswa untuk berdiskusi tentang materi pelajaran yang mengandung miskonsepsi. Menurut saya, materi yang mengandung miskonsepsi ialah materi yang dianggap sulit oleh siswa seperti materi kesetimbangan kimia. kimia merupakan mata pelajaran yang banyak mempelajarai konsep yang abstrak seperti pada konsep kesetimbangan kimia sebagian besar peserta didik sulit memahami sifat dinamis dari suatu kesetimbangan. Mereka berpikir bahwa ketika sistem mencapai keadaan kesetimbangan tidak terjadi perubahan sesuatu pada sistem tersebut. Materi ini lebih ditekankan lagi penjelasannya pada siswa agar tidak terjadi kesalahan konsep yang berkelanjutan. Membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas itu untuk menekankan sikap aktif belajar siswa didalam kelas. Jadi fungsi ini sangat perlu dan membantu guru dalam mengatasi miskonsepsi pada materi ini.
      Sekian, menurut saya..

      Hapus
  3. Miskonsepsi yang terjadi dalam pembelajaran kimia berhubungan dengan kesulitan dalam memahami materi ilmu kimia. Pada umumnya siswa mengkonstruksi pengetahuan sendiri maka dapat terjadi kesalahan atau miskonsepsi. Nah, disini saudari Nurjanah sudah mengemukakan cara membantu siswa mengatasi miskonsepsi yaitu mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa. Hal ini dapat dilakukan secara lisan atau tertulis. Guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab sejara jujur. Guru melakukan wawancara pribadi ataupun umum di depan kelas Memberikan pertanyaan tertulis yang diberikan kepada siswa. Sangat baik bila disatukan dengan miskonsepsi siswa. Lalu menurut saya bagaimana cara kita mengetahui jawaban yang di beri oleh siswa itu jujur atau tidak. Terkadang siswa takut menjawab dengan jujur karena mereka beranggapan bahwa hal tersebut menjadi penilaian guru.

    BalasHapus
  4. Disini saya ingin sedikit menambahkan bahwa Banyaknya siswa yang mengalami kesalahpahaman (misconception) kesetimbangan kimia mengharuskan pelaku seorang guru untuk meningkatkan pemahaman dan mencari subject (sub pokok) apa-apa saja yang selalu mengalami miskonsepsi. Sehingga siswa tidak lagi mengalami kesalahpahaman (miskonsepsi) atau hanya untuk mengurangi jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi. Keabstrakan konsep sebaiknya di jadikan hal yang lebih menarik dan kesulitan konsep-konsep yang ada akan sangat mudah dipahami dengan mengguankan metode pembelajaran yang tepat dan lebih sering melakukan analisis sub pokok bahasan yang mengalami miskonsepsi.

    BalasHapus